Saya tiba-tiba teringat pada kata-kata Almarhum Dosen Mata Kuliah Bisnis Di Indonesia yang meninggal beberapa hari lalu, yang selalu membahas tentang keprihatinannya pada Sumatera bagian utara khususnya, yang masyarakatnya sampai sekarang masih terus dibodohi oleh iming-iming perusahaan swasta minyak kelapa sawit.
2 Hari sebelum kepergiannya, beliau masih sempat mengajar kuliah. disitu beliau membahas bagaimana kini Perusahaan Swasta milik Malaysia sedang gencar membuka perkebunan baru, bahkan membangun kilang minyak terbesar se-Asia di Dumai, Riau. Malaysia membangun perkebunan dan kilang minyaknya di Indonesia, sudah bisa ditebak. selain upah tenaga kerja yang rendah, alasan 'sudah tidak ada lagi lahan di negaranya untuk membangun perkebunan besar' jelas menjadi faktor utama. Apakah berimbas positif pada masyarakat disekitarnya? jawabannya tidak.memang tidak bisa dibantah, perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja yang sangat banyak. tapi yang mengendalikan? tetap saja Perusahaan Asing tersebut. dan masyarakat kita, tidak ada peran lain selain menjadi tenaga kerja.
Selain kerugian pada sektor kesejahteraan rakyat, lingkungan jelas mengalami kerusakan yang sangat berat. dosen saya menceritakan bagaimana banjir yang terjadi disana bila musim hujan tiba.
Sampai disitu. ya, hanya sampai disitu, jam kuliah selesai. dan belum sempat melanjutkan cerita, Beliau lebih dulu dipanggil oleh Sang Kuasa.
Penasaran, saya Googling. saya buta hal ini sebelumnya. Hanya banjirkah dampak negatif pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan kelapa sawit? Apa beda perkebunan kelapa sawit dengan hutan sebelumnya? bukankah sama-sama pohon yang menyerap karbon dan tanahnya menyerap kelebihan air?
Sekarang saya menemukan jawabannya.
Yang pertama, penggundulan hutan gambut untuk dialihfungsikan sebagai perkebunan, dengan dibukanya lahan gambut berapa jumlah karbon yang dilepaskan ke udara? karena menurut informasi, lahan gambut di Riau menyimpan lebih dari 14.605 Juta Ton karbon. bila cadangan karbon ini tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca. dan inilah mengapa Indonesia dinobatkan sebagai penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia.
Yang kedua, perkebunan kelapa sawit, dalam pengelolaannya memanfaatkan banyak sekali pestisida, pupuk, dan penyubur lainnya, yang mampu meningkatkan Gas Metan dan melepaskannya ke udara. Gas Metan adalah salah satu gas rumah kaca yang mampu bertahan di atmosfer lebih lama dari karbon. setiap 1 Metrik Ton Gas Metan setara dengan 23 Metrik Ton CO2. sudah terbayang, berapa banyak gas rumah kaca yang telah disumbangkan?
Yang ketiga, Pohon pada hutan gambut dan Perkebunan kelapa sawit memang sama-sama pohon. namun pohon pada hutan gambut lebih mudah menyerap karbon. sedangkan kelapa sawit adalah pohon yang sudah terkontaminasi oleh pupuk, pestisida, dan penyubur lainnya yang notabene malah menghasilkan karbon dan gas metan.
selain itu struktur tanah pada lahan gambut mampu menyerap air 15-20 kali daripada lahan kering, apalagi setelah ditanami kelapa sawit yang kurang bisa menyerap air. itulah sebabnya bila musim hujan tiba Riau dan sekitarnya terendam banjir.
Yang terakhir, inilah yang menyebabkan lebih dari 50% populasi Orang Utan dan Harimau Sumatera telah musnah dan kini, nyaris punah. penyebabnya? tidak lain lagi, pembakaran dan penebangan hutan yang membabi buta.
Jangan hanya dengan berkedok peningkatan ekonomi dan kesejahteraan, Ibu Bumi menjadi dipertaruhkan. Investasi terpenting kita untuk masa depan sesungguhnya adalah alam ini. Bumi dan seisinya.
Semoga menginspirasi siapapun.
Salam Peduli Bumi,
Ratih Raka Siwi.
Notes : Didedikasikan untuk Alm. Bp. Ahmad Muhadi. Setidaknya selama ini, ada yang selalu mendengarkan ceritamu. Terima Kasih untuk menjadi inspirasi, Semoga jalanmu terang disana.
1 comments:
saya cm mau share pendapat saya yg disertai sumber yg diakui dunia, chek it out:
lahan gambut di Indonesia seluas 22 juta Ha, sekitar 4-5 juta Ha bisa di tanami kelapa sawit dan pertanian lainnya. saat ini, tidak lebih dari 4% dari total perkebunan kelapa sawit yg di tanam di lahan gambut.
pemerintah Indonesia juga memiliki aturan yg jelas dalam pemanfaatan lahan gambut.
berdasarkan hasil konvensi perubahan iklim COP 15 di Kopenhagen Denmark, Indonesia berada diurutan ke 19 dari 55 negara. Menurut Bank Dunia, enam negara terbesar penyumbang emisi GHG terbesar adalah US, China, Eropa, Rusia, India, dan Jepang. jika dihitung perkapita, data PBB menunjukan bahwa tingkat emisi gas rumah kaca Indonesia hanya 1,5 ton perkapita pertahun sedangkan US sebesar 19,5 ton perkapita pertahun.
boleh tau tulisan anda ini bersumber dari mana y??
thx
Post a Comment