Content
Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dirgahayu Republik Indonesia!
Jaya selalu Indonesia kita!
Jaya selalu Indonesia kita!
Konferensi Iklim dan Kehutanan Sepakati REDD+
Oslo, (tvOne)
Konferensi Iklim dan Kehutanan 2010 ditutup dengan mengadopsi sebuah kerangka kerja tidak mengikat Kemitraan REDD+ sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan hutan hujan tropis.
Adopsi kerangka kerja Kemitraan REDD+ atau mekanisme pengurangan emisi karbon akibat penggundulan dan perusakan hutan itu dilakukan oleh 58 negara peserta konferensi satu hari yang diselenggarakan di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Kamis (27/5) waktu setempat tersebut.
Kelima puluh delapan negara itu adalah Angola, Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Burundi, Kamboja, Kamerun, Kanada, Republik Afrika Tengah, China, Kolombia, Chad, Kosta Rica, Republik Demokratik Kongo, Republik Republik Demokratik Equatorial Guinea, Denmark, Republik Dominika, Finlandia, Perancis, Gabon, Jerman, Ghana, Guyana, India, Indonesia, Italia, Jepang, Kenya, Laos, Malaysia, Mali dan Meksiko.
Selanjutnya Nepal, Belanda, Nigeria, Norwegia, Panama, Papua Nugini, Peru, Filipina, Republik Kongo, Rusia, Rwanda, Republik Demokratik Sao Tome and Principe, Singapura, Slovenia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swis, Thailand, Togo, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Adopsi kerangka kerja Kemitraan REDD+ atau mekanisme pengurangan emisi karbon akibat penggundulan dan perusakan hutan itu dilakukan oleh 58 negara peserta konferensi satu hari yang diselenggarakan di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Kamis (27/5) waktu setempat tersebut.
Kelima puluh delapan negara itu adalah Angola, Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Burundi, Kamboja, Kamerun, Kanada, Republik Afrika Tengah, China, Kolombia, Chad, Kosta Rica, Republik Demokratik Kongo, Republik Republik Demokratik Equatorial Guinea, Denmark, Republik Dominika, Finlandia, Perancis, Gabon, Jerman, Ghana, Guyana, India, Indonesia, Italia, Jepang, Kenya, Laos, Malaysia, Mali dan Meksiko.
Selanjutnya Nepal, Belanda, Nigeria, Norwegia, Panama, Papua Nugini, Peru, Filipina, Republik Kongo, Rusia, Rwanda, Republik Demokratik Sao Tome and Principe, Singapura, Slovenia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swis, Thailand, Togo, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Ragam Kupu-kupu Bantimurung Menyusut
MAROS, KOMPAS.com — Jenis kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, terus berkurang. Hal ini disebabkan habitat hidup mereka terganggu aktivitas manusia dan tanaman tempat mereka bertelur mulai hilang akibat pembangunan tempat rekreasi.
Dari penelitian Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (BTNBB) tahun 2008-April 2010, spesies kupu-kupu tinggal 89 dari total 107 spesies hasil penelitian tahun 1990-an. Adapun 18 jenis lainnya akan dicoba untuk ditemukan dalam sisa waktu delapan bulan ini.
Koordinator kelompok kerja Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Balai TNBB Putri Cendrawasih, Rabu (12/5/2010), memperkirakan, penurunan itu dipicu tiga hal. Pertama, pembangunan sejumlah bangunan tempat wisata alam yang mengurangi tempat bertelur kupu-kupu. ”Kupu-kupu hanya mau bertelur di tempat yang menjamin ketersediaan pangan untuk larva,” ujarnya. Akibatnya, kupu-kupu bermigrasi mencari tempat lain yang mampu menyediakan makanan bagi larva.
Lapisan Es Catat Sejarah Perubahan Iklim
JAKARTA, KOMPAS.com — Lapisan es abadi di Puncak Jaya Papua dapat mengungkap sejarah perubahan iklim Indonesia dan sekitarnya. Sepanjang apakah sejarah perubahan iklim yang terekam, hal itu tergantung dari ketebalan lapisan es abadi.
"Kalau di Gunung Kilimanjaro, tebalnya 50 meter bisa mencatat sejarah 11.000 tahun yang lalu. Ketebalan es-nya tergantung kecepatan siklus air," ujar peneliti Universitas Colombia, Dwi Susanto, saat jumpa pers di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Selasa (18/5/2010) di Jakarta.
Sejumlah informasi terkait perubahan iklim, seperti curah hujan, temperatur, unsur kimia dalam udara, atau unsur karbondioksida dapat terdeteksi melalui analisis isotop unsur-unsur yang terkandung dalam es (hidrogen dan oksigen). Selain melalui lapisan es, kata Dwi, sejarah perubahan iklim juga dapat dideteksi melalui lapisan batuan sedimen dan lingkaran tahun pada kayu.
Tim Bravo Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia dari Wanadri menyusuri jalur es puncak Nggapulu atau puncak Soekarno di ketinggian sekitar 4.700 meter di atas permukaan laut (mdpl), kawasan Pegunungan Jayawijaya, Papua, Senin (19/4/2010). Pendakian ke daerah puncak Nggapulu ini sebagai ajang pengenalan medan dan aklimatisasi bagi tim sebelum menuju puncak Carstensz Pyramid atau Ndugu-Ndugu yang berada di ketinggian 4.884 mdpl pada Sabtu mendatang, menyusul keberhasilan tim Alpha yang sudah lebih dulu mencapainya pada Minggu (18/4/2010).